11
Jun
09

RELEVANSI DAN PENTINGNYA BIOETIKA TERHADAP AKTIVITAS BIOLOGIWAN

Bioetika Menurut Para Ahli Menurut Moeljopawiro (2002), bioetika adalah etika yang terkait dengan kehidupan yang pertanggungjawabannya dua arah yaitu vertikal dan horizontal, kepada Yang Maha Pencipta dan kepada sesama manusia. Sukara (2002) menambahkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat seakan-akan berlangsung secara otomatis dan tidak tergantung kepada kemauan manusia, sehingga seolah-olah kemajuan ilmu pengetahuan tadi tidak memperhatikan aspek etika. Akibatnya pada saat teknologi akan diterapkan sering mendapatkan reaksi negatif dari kalangan masyarakat Bioetika dalami Biologi Masa Lalu Biologi adalah ilmu pengetahuan yang paling lekat dengan manusia dalam alam lingkungan kehidupannya. Pada akhir decade 1990-an Olson mengangkat topik-topik genetika, keragaman hayati, ilmu syaraf (neuroscience), evolusi serta moral dan etika dalam bahasannya mengenai masa depan perkembangan ilmu hayati dan sekaligus merupakan strategi masa depan bagi pengembangannya. Objek kajian hayati/biologis meliputi klasifikasi dan sistematik, morfologi atau struktur, fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi atau struktur mikroskopik, proses yang khas seperti pertumbuhan dan aspek metabolisme serta kajian aspek aplikasi hayati/biologi seperti rekayasa genetika, transgenik/cloning, kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan rekayasa hayati lainnya (www.ditpertais.net). Pemahaman mengenai bioetika sudah menjadi keharusan bagi ilmuwan-peneliti yang bergerak di bidang ilmu-ilmu hayati. Arena etika keilmuan (secara umum) relatif sudah lebih lama dikenal di Indonesia ini. Kadang-kadang kita temukan bahwa bioetika diartikan tidak lain sebagai ‘etika biologiwan’, artinya pedoman berperilakunya seorang biologiwan atau seorang ahli bioteknologi (http://komisi-bioetika.blogspot.com). Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor akal ini yang membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam menemukan ilmu biologi Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan akal yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat dari fenomena hayati organisme tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup. Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam fenomenal yang dlahir yang mampu merangkum berbagai performens hayati. Akan tetapi pencarian ilmu biologis kurang atau sedikit sekali menggunakan daya ilhami, karena ontologi biologi yang mensifatkan demikian, yang berbeda dengan sains sosial atau psikologi. Fenomena biologi umumnya bersifat fisik yang mudah ditangkap oleh indera. Oleh karena itu biologiwan sedikit mendapat penjelasan secara ilhami. Meskipun demikian , dalam perjalanannya sering kita dengar berita dari para penemu sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan yang muncul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian ilmunya. Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa binatang mahluk kecil itu munculnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu dianut juga oleh Needham, pendeta orang Irlandia yang pada tahun 1745-1750 mengadakan percobaan dan penelitian dengan variasi emulsi dan cairan biji-bijian, daging dan substrat lainnya. Air rebusan yang disediakan disimpan rapat-rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat muncul dan hidup pada media tersebut. Kesimpulannya, kehidupan baru dapat muncul dari benda yang mati. Pendapat ini terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk muncul begitu saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio spontanea (mahluk itu terjadi begitu saja muncul secara spontan). Tetapi kemudian, pendapat Aristoteles dan Needhan tersebut dibantah oleh Spallanzani (1729-1799) yang membuktikan bahwa perebusan dan penutupan botol yang dilakukan Needhan tidak akurat. Percobaan Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta Louis Pasteur tahun 1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari benda mati. Pendapat ini dikenal dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal dari telur, dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup). Penelitian saintis barat tersebut belum dapat menjawab dari mana asal mahluk kecil (bakteri) bermula. Mereka berhenti disana, tidak ada panduan atau petunjuk yang mengarahkan pada suatu keyakinan yang berada di luar rasio mereka. Rasio mereka bergerak pada sesuatu yang tidak empiris. Mereka mulai berpikir analisis-historis (sesuatu yang tidak dialami). Mahluk hidup atau bakteri itu adalah entitas mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari makro-molekul protein (daging), sedangkan protein tersusun dari molekul asam amino (NH2). Memang rasional, elemen/unsur zat lemas atau nitrogen (N) dan hidrogen H2 dan sulfida H2S berlimpah dialam ini. Atmosfir (udara) bebas mengandung +78% gas nitrogen dan H2 dapat terlisis dari air (H2O), maka mereka menggunakan teori evolusi bahwa bakteri tersebut muncul melalui evolusi atau perubahan dari anasir yang ada di bumi yaitu dari zat nitrogen dan hidrogen. Memang sekarang orang sudah dapat menyusun molekul protein sintetis dengan alat mesin yang sangat canggih, tetapi satu hal yang tidak dapat dibuat adalah “hidup”. Bakteri adalah mahluk hidup yang dapat bergerak dan berbiak, bukan hanya molekul protein (daging) yang tidak bernyawa Bioetika Menurut Para Ahli Menurut Moeljopawiro (2002), bioetika adalah etika yang terkait dengan kehidupan yang pertanggungjawabannya dua arah yaitu vertikal dan horizontal, kepada Yang Maha Pencipta dan kepada sesama manusia. Sukara (2002) menambahkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat seakan-akan berlangsung secara otomatis dan tidak tergantung kepada kemauan manusia, sehingga seolah-olah kemajuan ilmu pengetahuan tadi tidak memperhatikan aspek etika. Akibatnya pada saat teknologi akan diterapkan sering mendapatkan reaksi negatif dari kalangan masyarakat. . Bioetika Dalam Perkembangan Ilmu Biologi Saat Ini. Rekayasa genetika merupakan salah satu teknologi yang potensial sebagai alternatif pemecahan masalah pangan dunia untuk menghasilkan tanaman transgenik. Tanaman transgenik telah banyak dilepas sebagai tanaman pangan dengan tujuan seperti tahan insekta, tahan herbisida, mengandung vitamin dan gizi tinggi, tahan penyimpanan jangka panjang, dsb. Sampai saat ini fakta menunjukkan bahwa kelompok tanaman ini telah memberi banyak manfaat khususnya dalam dunia pertanian karena memiliki produktivitas dan kualitas tinggi serta lebih ramah lingkungan. Perkembangan revolusi genetika yang begitu pesat memberi peluang sangat besar terjadinya perubahan-perubahan di masa mendatang yang akan berpengaruh besar terhadap peradaban manusia. Ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia untuk mencapai tujuan hidup yang berhubungan dengan hakekat kemanusiaan itu sendiri (Nasoetion 1999). Posisi pakar ilmu menurut Sukara (2002) sangat penting karena hanya mereka yang mampu menganalisis potensi risiko dan keuntungan serta memiliki kewajiban etis untuk menganalisis secara fair, terbuka dan tidak berat sebelah. Keputusan akhir tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada ilmuwan karena monopoli ilmu tidak berarti memonopoli etika dan kearifan. Dari standar etika dan kaidah berperilaku yang diberlakukan kelompok keilmuwan lain terutama dari etika kelompok ilmuwan biologi (Rifai 2002), dapat diperkirakan etika dan kaidah perilaku ilmuwan bioteknologi adalah pertama ilmuwan bioteknologi harus menghormati standar etika tertinggi, mengemban kewajiban moral dan tanggung jawab profesional terhadap masyarakat umum artinya secara aktif dan proaktif melayani dan memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pernyataan ilmiah untuk umum harus dijaga ketepatannya jauh dari sensasi tanpa membesar-besarkan kelebihannya ataupun menutupi kekurangannya. Kedua, pakar bioteknologi berkewajiban memajukan, memanfaatkan, mengembangkan dan menguasainya bidangnya untuk didarmabaktikan bagi kepentingan umum dan kesejahteraan umat manusia serta dapat memahami keterbatasan pengetahuan dan ilmunya serta menghormati makna kebenaran ilmiah. Ketiga, pakar bioteknologi senantiasa berusaha memajukan profesinya dengan meningkatkan kemampuan dan kompetensinya sehingga selalu dapat mengikuti perkembangan mutakhir bidangnya, mendukung perhimpunan ilmiahnya, menelorkan berbagai gagasan dan informasi guna menyuburkan kemitraan dalam bersinergi sesamanya. Keempat, pakar bioteknologi dituntut untuk memahami dan mengantisipasi dampak kegiatannya pada lingkungan, disamping berperikemanusiaan mereka perlu pula berperikebinatangan dan berperiketumbuhan. Nasoetion (1999) menambahkan bahwa kewajiban seorang ilmuwan secara batiniah adalah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar kepada kumpulan pengetahuan yang benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan ekonomi, atau sosial yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawab para ilmuwan adalah memerangi ketidaktahuan, prasangka dan takhayul di kalangan manusia mengenai alam semesta ini. Penerapan bioteknologi seperti manipulasi gen pada tanaman budidaya telah memberikan manfaat yang tidak terbatas. Secara alamiah tumbuhan mengalami perubahan secara lambat sesuai dengan keberhasilan adaptasi sebagai hasil interaksi antara tekanan lingkungan dengan variabilitas genetika. Campur tangan manusia melalui rekayasa genetik telah mengakibatkan “revolusi” dalam tatanan gen. Perubahan drastis ini telah menimbulkan kekhawatiran akan munculnya dampak produk transgenik baik terhadap lingkungan, kesehatan maupun keselamatan keanekaragaman hayati. Tidak ada teknologi tanpa resiko, begitu juga dengan tanaman transgenik. Adanya resiko ini menimbulkan kekhawatiran pada kelompok tertentu. Kekhawatiran yang muncul disebabkan kurangnya pengetahuan dasar dan proses perakitan tanaman transgenik. Para ilmuwan tidak perlu menutupi resiko yang akan timbul jika ada, karena resiko tersebut sebenarnya merupakan awal dari penelitian berikutnya yang menjadi solusi dari probematika tersebut. sehingga tetap bermanfaat bagi masyarakat umum. (Falsafah Sains. http://rudyct.com/pps702.ipb/06223/kel3sem2 023.htm) Kemajuan teknologi juga mengambil tampat penting dalam keberadaan biodiversity .Namun, dibalik kenyataan akan kemajuan-kemajuan yang dicapai ilmu hayati dan biologi, jika kita melihat jauh ke depan, seberapa siapkah umat manusia dengan pengetahuannya dalam ilmu hayati mengantisipasi kelestarian kehidupannya di bumi?. Dalam studi ekologi kita mengetahui jaring-jaring makanan (foodwebs), teori evolusi dan filogenetika, habitat dan ekosistem dan berbagai aspek yang berkaitan dengan ketergantungan antar spesies dalam kehidupan dan lingkungannya di bumi ini. Walaupun perkembangan pengetahuan termasuk biologi bertumbuh eksponensial, pengetahuan mengenai besarnya keragaman hayati masih juga belum memadai untuk perencanaan konservasi masa depan. Memang banyak faktor yang menentukan kepunahan spesies antara lain wabah penyakit, ekstraksi melebihi potensi reproduksi tapi faktor utama adalah perusakan habitat dan ekosistem . Dalam konteks ini, mungkin akan muncul pertanyaan: berapa jumlah spesies mahluk hidup di bumi ini? Sampai kini telah dideskripsikan dan diberi nama sekitar 1.7 juta spesies mahluk hidup, daripadanya kurang lebih 1 juta spesies adalah serangga. Diperkirakan, masih sekitar 10 juta spesies serangga yang belum dideskripsi dan perkiraan jumlah spesies mahluk hidup adalah 12.5 juta (pendapat tentang jumlah spesies berkisar dari 5 – 100 juta ). Lebih jauh, hutan tropika basah yang menutupi 8 persen permukaan daratan bumi dihuni oleh 90 persen spesies yang ada di bumi . Magnitud keragaman hayati demikian besar dan rumitnya karena setiap spesies menyimpan informasi genetiknya masing-masing, demikian pula setiap individu dari masing-masing spesies memiliki versi gen yang berbeda-beda. Mengenai banyaknya gen, bakteria memiliki sekitar 1000 gen, fungi sekitar 10.000 dan hewan tingkat tinggi memiliki sekitar 10.000 – 50.000, sedangkan gen pada Angiospermae mencapai 400.000. Gambaran tentang keragaman hayati ini memberikan sugesti kepada kita betapa besar ragam kehidupan ini dan betapa sulitnya tugas manusia untuk melestarikan kehidupan. Jika suatu spesies punah maka gen-nya juga punah untuk selama-lamanya. Pentingnya Bioetika bagi Biologiwan Sikap masyarakat terhadap tanaman transgenik sangat bergantung kepada fakta yang muncul dari manfaat dan resiko tanaman transgenik. Sejauh ini manfaat sudah dirasakan tetapi resiko yang banyak muncul sebagai issu masyarakat masih merupakan dugaan dan belum ada bukti. Kelak jika resiko ini terbukti, para pakar yang kompeten di bidang ini perlu menginformasikannya kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan kebenaran yang hakiki. Bioetika dalam pengembangan tanaman transgenik sangat diperlukan agar itikad baik ilmuwan terkait selalu terjaga untuk selalu mengarah kepada kemaslahatan bagi masyarakat banyak dan bukan sebaliknya Tak dapat disangkal bahwa hasil-hasil penelitian genom manusia dan genom-genom lainnya dari segi ilmiah sangat bermanfaat bagi keselamatan manusia untuk mengatasi berbagai defisiensi genetik (pengobatan). Bahkan diramalkan bahwa 10 – 20 tahun mendatang pengobatan dengan gen akan merupakan teknik yang umum di rumah-rumah sakit. Namun kita sama-sama memaklumi akan dampak-dampak negatif yang diakibatkannya jika teknik manipulasi genom manusia ini digunakan secara amoral dan melanggar etik kehidupan masyarakat semisal pada cloning. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan adanya Universal Declaration on the Human Genome and Human Rights , yang diadopsi secara aklamasi oleh General Conference UNESCO (1997), di mana dinyatakan akan perlunya setiap negara memperhatikan isu-isu etik dalam pengembangan sains dan teknologi berkaitan dengan genom manusia. Isu moral dan etik perlu didasarkan atas harkat manusia itu sendiri, menghormati kodrat manusia pada kedudukan yang sama tanpa memandang ciri-ciri genetik, menghormati keunikan dan keragaman, dan seterusnya. Masalah bio-etik dan aspek-aspek legal masih perlu dikembangkan oleh setiap negara dan perlu terus menerus dicermati sejalan dengan kemajuan ilmu hayati khususnya penerapan teknik genom manusia. Penjelasan singkat ini telah mengangkat beberapa butir strategis sebagai tantangan biologiwan abad ini. Pertama, memacu kemampuan kita untuk melaksanakan penelitian ilmu hayati seiring dengan kemajuan yang telah dicapai dunia; kedua, meningkatkan kemampuan untuk berperan dalam studi-studi keragaman hayati dalam upaya pelestarian alam kehidupan, dan ketiga ikut berperan dalam mengembangkan studi genom dan mencermati teknik-teknik penggunaan genom sesuai tuntutan nilai-nilai etik, moral, sosial dan agama yang dianut serta menggembangkan instrumen-instrumen legal demi keselamatan umat manusia (http://faktaevolusi.blogspot.com/2008/02/etika-evolusioner.html) Sikap masyarakat terhadap tanaman transgenik sangat bergantung kepada fakta yang muncul dari manfaat dan resiko tanaman transgenik. Sejauh ini manfaat sudah dirasakan tetapi resiko yang banyak muncul sebagai issu masyarakat masih merupakan dugaan dan belum ada bukti. Kelak jika resiko ini terbukti, para pakar yang kompeten di bidang ini perlu menginformasikannya kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan kebenaran yang hakiki. Bioetika dalam pengembangan tanaman transgenik sangat diperlukan agar itikad baik ilmuwan terkait selalu terjaga untuk selalu mengarah kepada kemaslahatan bagi masyarakat banyak dan bukan sebaliknya Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan, cenderung eksklusi dan subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru, tidak terikat dengan etika, progresif bersifat inklusif dan objektif. Tetapi keduanya mempunyai persamaan yaitu memberi ketenangan dan kemudahan bagi manusia. Diharapkan perkembangan ilmu yang begitu spektakuler terutama di bidang biologi di satu sisi dan nilai-nilai moral yang bersifat statis dan universal disisi lain dapat dijadikan arah untuk menuntun perkembangan ilmu biologi bagi para biologiwan. Sebab tanpa adanya bimbingan moral terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi di bidang biologi tidak semakin mensejahterakan umat manusia, tetapi justru merusak dan menghancurkan kehidupan mereka. Pada saat ini di sampaikan agar ilmu tidak “ kebablasan” dengan ilmu hanya untuk ilmu (Bakhtiar, 2007).

11
Jun
09

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!




Terbaru

Komentar Terbaru

Mr WordPress pada Hello world!
April 2024
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930